This
Mistake
It was a mistake
and always be a mistake…
PROLOG.
OIK
memandang banyak manusia yang lalu lalang sambil menyeret koper, dia baru tiba
setelah perjalanannya yang melelahkan dari Jakarta menuju Yogyakarta. Jadi di
sinilah dia, bandara Adi Sucipto, dengan langkah agak ragu dia menyeret koper
keluar dari terminal 4. Hatinya semakin dag-dig-dug tak karuan kala mendengar alerts Blackberry Messenger miliknya.
Dengan ragu dia merogoh Blackberry-nya dari dalam sakunya dan segera membuka
tanda bintang pada logo BBM itu.
Cakka: Sudah sampai?
Oik: Sudah barusan keluar dari
terminal 4
Cakka: Oke sip (y),
aku ke sana skrg
Oik: Hm, masih ngenalin aku kan?
Cakka: Masih dong… aku
tidak akan ngelupain kamu kok, kamu sendiri jgn2 sudah lupa sama aku?
Oik: Mungkin :p hehehehe
Cakka: Tengok ke kiri…
Ketika Oik
mendapat BBM terakhir dari Cakka itu, Oik segera memalingkan pandangannya ke
arah kiri. Berdiri lelaki jangkung dengan pakaian rapi, dadanya yang bidang,
matanya menatap ke arahnya dengan sayu namun masih menghangatkan seperti dulu,
kulitnya putih dan senyum tersungging di bibirnya. Dari jarak seperti itu, Oik
bisa mencium bau khasnya. Masih sama seperti dulu. Oik terbuai dengan indera
penglihatan dan penciumannya, kembali lagi memuja lelaki itu.
Cakka
berjalan mendekat ke arah Oik dan Oik pun jadi salah tingkah. Entah apa yang
harus dikatakannya saat ini. Sekedar hai atau
bagaimana kabarmu? Itu tidak mungkin.
“Cakka,”
akhirnya nama itu saja yang meluncur dari mulut Oik.
“Oik, lama
tak bertemu,” kata Cakka ketika tiba di depan Oik dan menatapnya dari ujung
rambut sampai ke ujung kaki, “kamu masih seperti dulu,”
“Kamu juga,”
kata Oik.
“Hm, ayo
kita tak boleh berlama-lama di sini, banyak yang harus kita kerjakan,” kata
Cakka segera mengambil alih koper Oik, membawakannya dan segera menggandeng Oik
hendak menuju mobilnya tapi…
Ya Tuhan…sentuhan ini… masih terasa nyaman seperti
dulu…
“Tunggu! Lo
nggak ngelupain gue kan?,” seseorang yang sedari tadi mengekor di belakang Oik
bersuara karena merasa diabaikan.
Oik hampir
mengutuki dirinya sendiri hampir melupakan orang yang ada di belakangnya itu.
Gara-gara Cakka, semuanya buyar. Dia benar-benar melupakannya. Tatapan gadis
berumur 17 tahun berubah nanar ke arah Oik. Kemudian senyum setengah
tersungging di sudut kiri bibirnya.
“Ah, sori,
Cakka kenalkan… namanya Larissa, panggil saja Acha, dia—,”
“Gue Acha,
adiknya Oik,” kata Acha mengulurkan tangannya menyalami Cakka.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar